-->

Makalah Lembaga Negara : Presiden

MAKALAH LEMBAGA KEPRESIDENAN


BAB I.  Pendahuluan

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan Negara yang berbentuk Republik, maka sudah sewajarnya kepala pemerintahan dan kepala Negara di pimpin oleh seorang presiden. Presiden dan Wakil Presiden Indonesia secara bersama sama disebut sebagai lembaga kepresidenan Indonesia, memiliki sejarah yang hampir sama tuanya dengan sejarah indonesia. Sejarah kepresidenan Republik Indonesia mencatat bahwa presiden pertama sekaligus bapak proklamator Indonesia adalah Ir. Seokarno atau lebih di kenal sebagai “Bung Karno” yang memimpin Indonesia sejak 1945-1966 kemudian di gantikan oleh Soeharto yang memimpin pemerintahan  Indonesia selama kurang lebih 32 tahun (1966-1998). Hingga akhirnya pemerintahan  Presiden Soeharto dilengserkan oleh rakyat,Setelah berakhirnya rezim Soeharto, kemudian pemerintahan Indonesia di pimpin oleh B.J. Habibie yang memerintah kurang dari 1 tahun dan di gantikan kepemimpinannya oleh presiden Abdurrahman Wahid. Setelah kepemimpinan presiden Abdurrahman Wahid dilengserkan DPR melaui mosi tidak percaya. Dan kemudian di gantikan oleh Megawati Soekarnoputri selaku wakil presidennya. Megawati  merupakan presiden wanita pertama di Indonesia. Pada saat berakhirnya kepemimpinan presiden Megawati  tepatnya pada tahun 2004 dilaksanakanlah pemilihan presiden secara langsung untuk yang pertama kalinya. Di dalam pemilihan itu Soesilo Bambang Yodhoyono, berhasil memenangkan pilpres melalui dua putaran. Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono memimpin pemerintahan Indonesia selama dua periode. Dan pemilihan presiden pada tahun 2014 dimenangkan oleh Ir. Joko Widodo yang telah berhasil mengalahkan Prabowo Subianto.

Setelah tujuh belas tahun revormasi, lembaga kepresidenan RI tidak lagi mendominasi kekuasaan dan telah menjadi demokratis. Karena kekuasaanya telah terbagi dengan lembaga-lembaga tinggi Negara yang lain. Dan telah demokratis karena dipilih secara langsung oleh rakyat, maka dari itu melalui makalah ini kami akan membahas tentang sejarah, kedudukan dan kewenangan Lembaga Kepresidenan Republik Indonesia sebelum dan sesudah amandemen UUD 1945, serta kinerja kepemimpinan presiden selama sepuluh tahun terakhir.
B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana Sejarah Lembaga Kepresidenan Republik Indonesia?
b. Bagaimana Kedudukan Lembaga Kepresidenan Republik Indonesia dalam System Ketatanegaraan Republik Indonesia?
c. Bagaimana Struktur Organisasi Lembaga Kepresidenan Republik Indonesia?
d. Bagaimana Kekuasaan Presiden Republik Indonesia?
e. Bagaimana Hak-hak Presiden Republik Indonesia?
f. Bagaimana Hubungan Kerja Presiden dan Lembaga Negara lainya?
g. Bagaimana Kinerja Lembaga Kepresidenan Republik Indonesia selama 10 tahun terakhir?
C. Tujuan Penulisan
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tujuan-tujuan yang dapat bermanfaat bagi pelajar, mahasiswa dan masyarakat umum dalam pemahaman tentang Lembaga Kepresiden Republik Indonesia yang meliputi Sejarah, Kedudukan, strukur organisasi, kekuasaan, hak-hak, hubungan kerja dan kinerja lembaga kepresidenan

D. Sistematika Penulisan
Sejalan dengan judul makalah ini, Makalah ini dibagi dalam 3 Bagian, yaitu Bab I Pendahuluan yang berisi Latar Belakang penulisan makalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penulisan dan Sistematika Penulisan, kemudian Bab II Pembahasan yang berisi tentang Lembaga Kepresidenan RI dengan Bab III dengan Simpulan dari makalah ini 



II.     Pembahasan

1.     Sejarah Singkat Lembaga Kepresidenan
Sejarah ketatanegaraan RI mencatat bahwa Presiden merupakan lembaga negara yang pertama kali terbentuk di awal kemerdekaan. Proses pemilihan Presiden dan Wakil Presiden waktu itupun dilakukan dengan cara yang unik. Keunikan itu nampak dari kenyataan bahwa pemilihan itu dilakukan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), sebuah lembaga yang tidak pernah ada lagi dalam sejarah ketatanegaraan kita sesudah itu. Keunikan juga nampak dari kenyataan bahwa pemilihan itu dilakukan berdasarkan Aturan Peralihan yang hanya berlaku sekali saja. Pemilihan Presiden dilakukan di tengah-tengah Sidang PPKI yang sedang membahas Rancangan UUD (1945).



Ketika pembahasan sampai ke pasal III Aturan Peralihan,  sidang sepakat untuk langsung melaksanakan ketentuan tersebut. Atas usul Otto Iskandardinata, Ir Soekarno dan Muhammad Hatta kemudian  terpilih secara aklamasi menjadi Presiden dan Wakil Presiden.
Pada waktu itu, selain berperan sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, Presiden juga berfungsi sebagai pelaksana kekuasaan MPR, DPR, dan DPA. Kedudukan itu bersumber pada pasal IV Aturan Peralihan UUD 45 yang berbunyi 
"Sebelum Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Pertimbangan Agung  dibentuk  menurut Undang Undang Dasar ini, segala kekuasaannya dijalankan oleh Presiden dengan bantuan sebuah Komite Nasional".
Berdasarkan ketentuan tersebut Presiden pada waktu itu: (1) melaksanakan kekuasan MPR yang meliputi kekuasaan untuk: a) melaksanakan kedaulatan rakyat, b) menetapkan Undang Undang Dasar, c) menetapkan Garis Garis Besar Haluan Negara, dan  d) mengubah Undang Undang Dasar; (2) melaksanakan kekuasaan legislatif (membuat undang undang) sesuai ketentuan pasal 5 ayat 1 yo 20 ayat 1 UUD 1945; dan (3) melaksanakan tugas DPA memberi nasihat pada Presiden.
Dengan demikian nampak betapa besar kekuasaan Presiden waktu itu. Di samping melaksanakan tugasnya sebagai pemegang kekuasaaan eksekutip, ia harus melaksanakan tugas MPR,  DPR dan DPA.
Dengan demikian nampak pula betapa tingginya kedudukan Presiden pada waktu itu. Mengingat bahwa baik Wakil Presiden, Menteri-menteri maupun Komite Nasional hanyalah pembantu Presiden maka tepatlah kalau Presiden pada waktu itu disebut sebagai Penguasa  Tertinggi Tunggal. Oleh karena itu pemerintahan pada waktu itu kadang dipandang sebagai pemerintahan diktator.
Tetapi menurut Mr. Ahmad Sanusi kenyataan di atas bukanlah pertanda bahwa Presiden RI menjalankan kekuasaannya secara diktator, sebab kekuasaan Presiden waktu itu dijalankan atas peraturan hukum yang berlaku yaitu Undang Undang Dasar. Di samping itu harus diingat bahwa situasilah yang merupakan dasar dan faktor yang mengharuskan dijalankannya pemerintahan dengan cara demikian. Situasinya adalah situasi tidak normal. Sistim pemerintahan seperti itu menurut Ahmad Sanusi bukan sistim Presidensial atau Parlementer, melainkan sistim yang dipusatkan secara mutlak dan bersifat revolusioner (revolutionary and absolutely centralized govermental system).
Namun demikian kesan negatif itu merugikan kepentingan politik luar negeri Indonesia, sehingga dirasa perlu untuk mengubah struktur pemerintahan. Berdasarkan usulan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dikeluarkanlah Maklumat Wakil Presiden Nomor X (eks) tanggal 16 Oktober 1945
Dengan keluarnya Maklumat itu maka kekuasaan mutlak Presiden RI pun berangsur kembali ke posisinya yang normal. Artinya Presiden sudah tidak lagi merangkap kekuasaan DPA, karena sudah dibentuk pada bulan September 1945, dan kekuasaan DPR, karena sudah diserahkan kepada Komite Nasional Pusat.
Kekuasaan Presiden semakin berkurang ketika pada bulan Nopember 1945, Pemerintah mengeluarkan maklumat, Maklumat Pemerintah tanggal 14 Nopember 1945, yang mengubah sistem pemerintahan presidensil menjadi parlementer. Sejak saat itu tanggung jawab pemerintahan bukan lagi di tangan Presiden melainkan di tangan para Menteri. Dengan perkataan lain sejak saat itu Presiden hanya berfungsi sebagai kepala negara belaka.
Ketika negara Kesatuan Republik Indonesia berubah bentuk menjadi negara serikat, Republik Indonesia Serikat (RIS) sejak 27 Desember 1949, Presiden RIS pun hanya berperan sebagai kepala negara bukan kepala pemerintahan. Pemilihan Presiden RIS dilaksanakan menurut ketentuan pasal 69 ayat 2 Konstitusi RIS, bahwa "Presiden dipilih oleh orang-orang yang dikuasakan oleh Pemerintah Daerah-Daerah Bagian".
Daerah bagian adalah negara-negara bagian dan sejumlah satuan kenegaraan lain yang ada di negara RIS. Pada tanggal 16 Desember 1949 Ir. Soekarno dipilih, oleh 16 orang yang dikuasakan oleh Daerah-Daerah Bagian RIS, sebagai Presiden RIS. Sehari kemudian, tanggal 17 Desember 1949, Ir. Soekarno diambil sumpahnya menjadi Presiden RIS yang pertama sekaligus terakhir. Karena pada saat itu Ir. Soekarno sedang menjadi Presiden Negara Bagian RI, maka kekuasaan Presiden Negara Bagian RI kemudian diserahkan kepada Mr. Assaat.
Pergantian bentuk negara Republik Indonesia Serikat menjadi negara Kesatuan RI, tanggal 17 Agustus 1950, mengharuskan pula adanya proses pemilihan Presiden kembali. Menurut pasal 45 ayat 3 UUD Sementara 1950, pemilihan Presiden harus dilakukan dengan cara-cara yang sesuai dengan aturan yang ditetapkan dengan undang-undang. Namun karena Undang Undang tentang pemilihan Presiden tidak dapat di susun dalam waktu yang singkat, maka untuk pertama kalinya pemilihan Presiden  dilakukan dengan berdasarkan ketentuan peralihan, pasal 143 ayat 3, UUDS 1950.
Menurut aturan peralihan itu maka Presiden harus dipilih oleh wakil pemerintah negara bagian RI dan wakil pemerintah RIS. Pada bulan Mei 1950 para wakil tersebut telah berhasil mencapai kesepakatan-kesepakatan yang kemudian dikenal sebagai "Kesepakatan 19 Mei". Dalam piagam kesepakatan tersebut antara lain disepakati bahwa Presiden Republik Kesatuan Indonesia adalah Ir. Soekarno. Perjalanan sejarah kemudian menunjukkan bahwa Ir. Soekarno menjadi satu-satunya presiden selama berlakunya UUD Sementara 1950.
Ketika pada tanggal 5 Juli 1959 dikeluarkan Dekrit Presiden yang memberlakukan kembali UUD 1945 seraya mencabut berlakunya UUD S 1950, maka otomatis Sukarno menduduki jabatan kepresidenan yang ada. Sebab pasal II Aturan Peralihan menetukan bahwa segala badan negara yang ada tetap berlaku sampai terbentuknya badan tersebut menurut Undang Undang Dasar ini. Padahal pada waktu itu MPR - selaku lembaga yang berwenang memilih Presiden dan Wakil Presiden - belum terbentuk, sehingga sulit mengharapkan terpilihnya Presiden dalam waktu singkat.  Pada tahun 1960 melalui Ketetapan MPRS No. III/MPRS/1960, MPR S bahkan menobatkan Ir. Soekarno sebagai Presiden Seumur Hidup.
Perubahan situasi politik dalam negeri seiring meletusnya pemberontakan G 30 S/PKI di tahun 1965, mendorong terjadinya pergantian Presiden RI. Melalui Ketetapan MPRS No. XXXIII/MPRS/1967, MPRS mencabut mandat dari Ir Soekarno, karena menilai bahwa pertanggung-jawaban Presiden Sukarno melalui forum Sidang Istimewa MPRS  "tidak memenuhi harapan rakyat pada umumnya dan anggota MPRS pada khususnya".
Melalui ketetapan itu pula MPRS mengangkat Jendral Soeharto sebagai pejabat Presiden Republik Indonesia, menggantikan Ir. Sukarno. Satu tahun kemudian Jend. Suharto ditetapkan menjadi Presiden RI melalui Ketetapan MPR S No. XLIV/MPRS/1968.
Uraian di atas menunjukkan bahwa proses pemilihan Presiden Republik Indonesia sampai tahun 1968 belum dilakukan oleh lembaga yang anggotanya dipilih oleh rakyat yang berdaulat. Memang sampai saat itu belum pernah dilaksanakan pemilihan umum guna membentuk MPR/DPR sesuai ketentuan UUD 1945. 
Pada tahun 1969 Presiden bersama DPR-GR berhasil membuat Undang Undang tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD (UU No 16 tahun 1969), dan Undang-Undang tentang Pemilihan Umum (UU No. 15 tahun 1969). Dengan berlandaskan kedua undang undang itu pada bulan Mei 1971 diselenggarakan pemilihan umum untuk memilih anggota-anggota MPR/DPR dan DPRD. 
Tahun 1973 MPR hasil pemilu itu bersidang  guna menjalankan tugas-tugas konstitusionalnya, seperti menetapkan garis-garis besar haluan negara dan memilih Presiden dan Wakil Presiden. Dalam sidang itu Jend. Suharto terpilih kembali menjadi presiden yang pengangkatannya dikukuhkan melalui Ketetapan MPR No IX/MPR/1973. Dengan demikian baru pada usianya yang ke 28 tahunlah, Republik Indonesia memiliki presiden yang dipilih oleh MPR hasil pemilu. Sejak saat itu Jend. Suharto selalu terpilih menjadi presiden dalam SIUM MPR.
Dengan Ketetapan MPR No. X/MPR/1978 MPR mengangkat Jend. Suharto sebagai Presiden RI masa jabatan 1978 -1983. Dengan Ketetapan MPR No. VI/MPR/1983 MPR mengangkat Jend. Suharto sebagai Presiden  masa jabatan 1983 -1988.  Dengan Ketetapan MPR No. III/MPR/1988 MPR mengangkat Jend. Suharto sebagai Presiden masa jabatan 1988 - 1993. Dengan Ketetapan MPR No. III/MPR/1993 MPR mengangkat Jend. Suharto sebagai Presiden masa jabatan 1993 –1998.
Seperti biasa tahun 1997 dilaksanakan pemilu 5 tahunan untuk membentuk MPR, DPR dan DPRD yang baru. Pada bulan Oktober 1997 anggota MPR masa bakti 1997 – 2002 dilantik. Pada bulan Maret tahun 1998 MPR bersidang dan memilih kembali Suharto sebagai Presiden untuk masa jabatan 1998 - 2003. Dipilih pula B.J. Habibie sebagai Wakil Presiden masa jabatan 1998 – 2003.
Namun perkembangan situasi kenegaraan telah mendorong Presiden Suharto mengundurkan diri dan sekaligus melimpahkan kekuasaannya kepada Wakil Presiden BJ Habibie pada tanggal 21 Mei 1998. Sejak saat itu B.J. Habibie menjadi Presiden RI yang ketiga.
Reformasi politik kemudian mendorong pelaksanaan pemilu pada bulan Juni 1999 untuk memilih anggota MPR, DPR dan DPRD. MPR hasil pemilu itu kemudian bersidang pada bulan Oktober 1999. Dalam sidang itu pertanggung-jawaban Presiden B.J. Habibie ditolak oleh MPR. MPR kemudian melakukan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden untuk masa jabatan 1999-2004. Terpilih sebagai Presiden RI keempat waktu itu adalah K.H. Abdurrahman Wahid, bersama Megawati Sukarnoputri sebagai Wakil Presiden.
Presiden Gus Dur ternyata kemudian dilengserkan oleh MPR, pada tahun 2002. Sesuai dengan mekanisme konstitusi yang ada, Wakil Presiden kala itu,  Megawati Sukarnoputri, kemudian diangkat sebagai Presiden di dampingi Hamzah Has sebagai Wakil Presiden. 
Pada tahun 2004 dilaksanakan pemilihan umum yang selain memilih anggota DPR, DPD dan DPRD juga untuk pertama kalinya diadakan pemilu presiden untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden secara langsung oleh rakyat. Melalui pemilihan itu Susilo Bambang Yudhoyono terpilih menjadi Presiden, bersama pasangannya Jusuf Kalla sebagai Wakil Presiden untuk masa jabatan tahun 2004 -2009
Pada tahun 2009 dilaksanakan kembali pemilu Presiden, dan dimenangkan kembali oleh Soesilo Bambang Yudhoyono, namun kali ini Soesilo Bambang Yudhoyono berpasangan dengan Boediyono, dalam pemilu ini pasangan tersebut menang telak 68%.

Kemudian setelah masa jabatan SBY-Boediono selesai, diadakan pemilu Presiden pada tahun 2014. Dalam pemilu ini terdapat dua pasang calon Presiden dan Wakil Presiden. Pasangan nomor urut pertama adalah Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa, dan pasangan nomor urut dua adalah Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Pemilu tersebut dimenangkan oleh pasangan nomor urut 2 yaitu Joko Widodo dan Jusuf Kalla , untuk kedua kalinya Jusuf Kalla menjadi Wakil Presiden.

0 Response to "Makalah Lembaga Negara : Presiden"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

IKLAN 2

Iklan Tengah Artikel 2

IKLAN 3

Iklan Bawah Artikel

IKLAN 4