-->

Makalah Model Pembelajaran Jigsaw

Makalah Model Pembelajaran igsaw


BAB 1PENDAHULUAN

Menurut UNESCO, pendidikan pada abad ini harus diorientasikan terhadap pencapaian 4 pilar pembelajaran yaitu : (1) Learning to know (belajar untuk tahu), (2) learning to do (belajar untuk melakukan), (3) Lerning to be(belajar untuk menjadi diri sendiri), (4) learning to livetogether (belajar bersama dengan orang lain). Bila seorang guru dapat membekali siswanya dan memberi pondasi agar 4 pilar tadi dapat berdiri kokoh, betapa bahagianya siswa yang mempunyai guru atau pendidik yang berkualitas seperti itu. Dan betapa bangganya bangsa dan negara ini bila pendidikan bisa menjadi tonggak berdirinya suatu negara yang kokoh. Untuk mendapatkan hasil dari proses pendidikan yang maksimal tentunya diperlukan pemikiran yang kreatif dan inovatif serta didukung dengan faktor pendanaan yang mencukupi. Inovasi pendidikan tidak hanya pada inovasi sarana dan prasarana pendidikan serta kurikulum saja melainkan juga proses pendidikan itu sendiri.


Inovasi dalam proses pembelajaran sangat diperlukan guna meningkatkan prestasi kearah yang maksimal. Inovasi ini dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa pendekatan pembelajaran, strategi pembelajaran dan metode pembelajaran. Kewajiban sebagai pendidik atau guru , tidak hanya transfer of Knowlegde tapi juga dapat mengubah prilaku, memberikan dorongan yang positif sehingga siswa termotivasi, memberi suasana belajar yang menyenangkan agar mereka bisa berkembang semaksimal mungkin. Guru tidak hanya mengolah otak siswanya tapi juga mengolah jiwa anak didiknya, bila seorang guru hanya mengolah otak tanpa mempedulikan jiwa anak didiknya, alhasil mereka tumbuh menjadi manusia robot yang tidak berhati.


Anak yang cerdas, bukan saja anak yang nilai ulangannya baik, nilai rapornya tinggi, tapi emosional dan fungsi motoriknya berjalan dengan baik hingga tugas guru adalah menciptakan iklim belajar dalam pembelajaran yang sehat dan menyenangkan, memberikan dorongan kepada para siswanya agar mempunyai motivasi yang tinggi. Karenanya guru harus mengetahui model model pembelajaran sebagai bagian dalam perencanaan mengajarnya, agar siswa dapat memahami yang berikan oleh gurunya secara seksama.
Metode pembelajaran yang dilakukan oleh guru mempunyai peranan yang sangat penting dalam keberhasilan pendidikan. Penggunaan metode yang tepat akan menentukan keefektifan dan keefisienan dalam proses pembelajaran. Guru harus senantiasa mampu memilih dan menerapkan metode yang tepat sesuai dengan pokok bahasan yang diajarkan. Terdapat beberapa metode yang telah lama digunakan oleh para guru antara lain ; meode ceramah, metode Tanya jawab, dan metode resitasi. Serentetan metode tersebut bisa dikatakan metode konvensional. Model pembelajaran konvensional yang selama ini digunakan oleh sebagian besar guru yang tidak sesuai dengan tuntutan jaman, karena pembelajaran yang dilakukan kurang memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi siswa untuk aktif mengkonstruksi pengetahuannya. Salah satu model pembelajaran yang dimungkinkan mampu mengantisipasi kelemahan model pembelajaran konvensional  adalah dengan menggunakan model pembelajaran tipe jigsaw. Pembelajaran  model ini lebih meningkatkan kerja sama antar siswa. Kelas dibagi menjadi kelompok-kelompok belajar yang terdiri dari siswa-siswa yang bekerja sama dalam suatu perencanaan kegiatan. Dalam pembelajaran ini setiap anggota kelompok diharapkan dapat saling bekerja sama dan bertanggung jawab baik kepada dirinya sendiri maupun pada kelompoknya.

Dalam masalah ini akan dipaparkan pengertian pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Bagaimana langkah-langkah menerapkannya, kelebihan dan kelemahan model pembelajaran ini, serta bagaimana mengatasi kelemahan-kelemahan dalam menerapkan model sehingga mengarah pada pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yang inovatif.
BAB II. PEMBAHASAN
Dalam era global, teknologi telah menyentuh segala aspek pendidikan sehingga informasi lebih mudah diperoleh. Hendaknya siswa aktif berpartisipasi sedemikian sehingga melibatkan intelektual dan emosional siswa  dalam proses belajar mengajar. Keaktifan disini berarti keaktifan mental walaupun untuk ini sedapat mungkin dipersyaratkan keterlibatan langsung keaktifan fisik dan tidak hanya berfokus pada satu sumber informasi yaitu guru yang hanya mengandalkan satu sumber komunikasi. Seringnya rasa malu siswa yang muncul untuk melakukan komunikasi dengan guru maembuat kondisi kelas yang tidak aktif sehingga berakibat pada rendahnya prestasi belajar siswa. Maka perlu adanya usaha untuk menimbulkan keaktifan dengan mengadakan komunikasi yaitu guru dengan siswa dan siswa dengan rekannya.
Menurut Piaget, perkembangan kognitif maupun empat aspek, yaitu 1) kematangan, sebagai hasil perkembangan susunan syaraf; 2) pengalaman, yaitu hubungan timbal balik antara organisme dengan dunianya; 3) interaksi social, yaitu pengaruh-pengaruh yang diperoleh dalam hubungannya dengan lingkunga sosial, dan 4) ekulibrasi, yaitu adanya kemampuan atau sistem mengatur dalam diri organisme agar dia selalu mempertahankan keseimbangan dan penyesuaian diri terhadap lingkungannya. Hal ini juga diperkuat oleh teori belajar kognitif lainnya yaitu oleh teori Vygotsky yang dikenal dengan “scaffolding”. Scaffolding adalah memberikan kepada seorang anak sejumlah besar bantuan selama tahap-tahap awal pembelajran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak tersebut mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah ia mampu mengerjekan sendiri. Bantuan yang diberikan guru dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan, menguraikan masalah kedalam bentuk lain yang memungkinkan siswa dapat mandiri.
A. Metode Pembelajaran Jigsaw
Pada awalnya metode ini dikembangkan oleh Elliot Arronson dari Universitas Texas dan kemudian diadaptasi oleh Slavin (Nurhadi, 2004:65). Metode  jigsaw adalah teknik pembelajaran kooperatif di mana siswa, bukan guru, yang memiliki tanggung jawab lebih besar dalam melaksanakan pembelajaran. Tujuan dari jigsaw ini adalah mengembangkan kerja tim, ketrampilan belajar kooperatif, dan menguasai pengetahuan secara mendalam yang tidak mungkin diperoleh apabila mereka mencoba untuk mempelajari semua materi sendirian
Langkah-langkah dalam pembelajaran dengan menggunakan metode Jigsaw adalah:
  1. Kelas dibagi menjadi beberapa tim atau kelompok kecil yang terdiri dari 4 – 6 orang dengan karakteristik yang berbeda.
  2. Setiap siswa yang ada di “kelompok awal” mengkhususkan diri pada satu bagian dari sebuah unit pembelajaran. Para siswa kemudian bertemu dengan anggota kelompok lain yang ditugaskan untuk mengerjakan bagian yang lain, dan setelah menguasai materi lainnya ini mereka akan pulang ke kelompok awal mereka dan menginformasikan materi tersebut ke anggota lainnya.
  3. Semua siswa dalam “kelompok awal” telah membaca materi yang sama dan mereka bertemu serta mendiskusikannya untuk memastikan pemahaman.
  4. Mereka kemudian berpindah ke “kelompok jigsaw” – dimana anggotanya berasal dari kelompok lain yang telah membaca bagian tugas yang berbeda. Dalam kelompok-kelompok ini mereka berbagi pengetahuan dengan anggota kelompok lain dan mempelajari materi-materi yang baru.
  5. Setelah menguasai materi baru ini, semua siswa pulang ke “kelompok awal” dan setiap anggota berbagi pengetahuan yang baru mereka pelajari dalam kelompok “jigsaw.” Seperti dalam “jigsaw puzzle” (teka-teki potongan gambar), setiap potongan gambar – analogi dari setiap bagian pengetahuan – adalah penting untuk penyelesaian dan pemahaman utuh dari hasil akhir.

Jigsaw adalah teknik pembelajaran aktif yang biasa digunakan karena teknik ini mempertahankan tingkat tanggung jawab pribadi yang tinggi. Menurut Arends(1997) Fasilitator / guru dapat mengatur strategi jigsaw dengan dua cara:
Pengelompokkan Homogen :
Instruksi: Kelompokkan para peserta yang memiliki kartu nomor yang sama. Misalnya, para pe serta akan diorganisir ke dalam kelompok diskusi berdasarkan apa yang mereka baca. Oleh karena itu, semua peserta yang membaca Bab 1, Bab 2, dst, akan ditempatkan di kelompok yang sama.
Sediakanlah empat kertas lipat, lipatlah masing-masing menjadi dua menjadi papan nama, berilah nomor 1 sampai 4 dan letakkanlah di atas meja.
Kelebihan: Pengelompokan semacam ini memungkinkan peserta berbagi perspektif yang ber beda tantang bacaan yang sama, yang secara potensial diakibatkan oleh pemahaman yang lebih mendalam terhadap salah satu bab. Potensi yang lebih besar untuk memunculkan proses analisis daripada hanya sekedar narasi sederhana.
Kelemahan: fokusnya sempit (satu bab) dan kemungkinan akan berlebihan.

Pengelompokkan Hiterogen
Instruksi: Tempatkan para peserta yang memiliki nomor yang berbeda-beda untuk duduk ber sama. Misalnya, setiap kelompok diskusi kemungkinan akan terdiri atas 4 individu: satu yang telah membaca Bab 1, satu yang telah membaca Bab 2, dsb.
Sediakanlah empat kertas lipat, lipatlah masing-masing menjadi dua menjadi papan nama, berilah nomor 1 sampai 4 dan letakkanlah di setiap meja. Biarkan para peserta mencari tempatnya sendiri sesuai bab yang telah mereka baca berdasarkan “siapa cepat ia dapat”.
Kelebihan: Memungkinkan “peer instruction” dan pengumpulan pengetahuan, memberikan pe serta informasi dari bab-bab yang tidak mereka baca.
Kelemahan: Apabila satu peserta tidak membaca tugasnya, informasi tersebut tidak dapat dibagi/ didiskusikan. Potensi untuk pembelajaran yang naratif (bukan interpretatif) dalam berbagi informasi.

Langkah-Langkah Model Pembelajaran Jigsaw

B. Kelebihan Pembelajaran Kooperatif Jigsaw

Menurut Ibrahim dkk (2000) menyatakan bahwa belajar kooperatif dapat mengembangkan tingkah laku kooperatif dan hubungan yang lebih baik antar siswa, dan dapat mengembangkan kemampuan akademis siswa. Siswa belajar lebih banyak dari teman mereka dalam belajar kooperatif dari pada dari guru. Ratumanan (2002) menyatakan bahwa interaksi yang terjadi dalam belajar kooperatif dapat memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual siswa. Menurut Kardi & Nur (2000) belajar kooperatif sangat efektif untuk memperbaiki hubungan antar suku dan etnis dalam kelas multibudaya dan memperbaiki hubungan antara siswa normal dan siswa penyandang cacat. Davidson (1991) memberikan sejumlah implikasi positif dalam belajar matematika dengan menggunakan strategi belajar kooperatif, yaitu sebagai berikut:
  1. Kelompok kecil memberikan dukungan sosial untuk belajar matematika. Kelompok kecil membentuk suatu forum dimana siswa menanyakan pertanyaan, mendiskusikan pendapat, belajar dari pendapat orang lain, memberikan kritik yang membangun dan menyimpulkan penemuan mereka dalam bentuk tulisan.
  2. Kelompok kecil menawarkan kesempatan untuk sukses bagi semua siswa dalam matematika. Interaksi dalam kelompok dirancang untuk semua anggota mempelajari konsep dan strategi pemecahan masalah.
  3. Masalah matematika idealnya cocok untuk diskusi kelompok, sebab memiliki solusi yang dapat didemonstrasikan secara objektif. Seorang siswa dapat mempengaruhi siswa lain dengan argumentasi yang logis.
  4. Siswa dalam kelompok dapat membantu siswa lain untuk menguasai masalah-masalah dasar dan prosedur perhitungan yang perlu dalam konteks permainan, teka-teki, atau pembahasan masalah-masalah yang bermanfaat.
  5. Ruang lingkup matematika dipenuhi oleh ide-ide menarik dan menantang yang bermanfaat bila didiskusikan. Belajar kooperatif dapat berbeda dalam banyak cara, tetapi dapat dikategorikan sesuai dengan sifat berikut (1) tujuan kelompok, (2) tanggung jawab individual, (3) kesempatan yang sama untuk sukses, (4) kompetisi kelompok, (5) spesialisasi tugas, dan (6) adaptasi untuk kebutuhan individu (Slavin-1995).

C. Kekurangan Pembelajaran Kooperatif Jigsaw
Beberapa hal yang mungkin bisa menjadi ‘pengganjal’ aplikasi metode ini dilapangan yang harus kita cari jalan keluar atau solusinya, menurut (Roy Killen, 1996) adalah:
  1. Prinsip utama pola pembelajaran ini adalah “peer teaching”, pembelajaran oleh teman sendiri, ini akan menjadi kendala karena perbedaan persepsi dalam memahami suatu konsep yang akan di diskusiskan bersama dengan siswa lain. Dalam hal ini pengawasan guru menjadi hal mutlak di perlukan, agar jangan sampai terjadi “missconception”.
  2. Dirasa sulit meyakinkan siswa untuk mampu berdiskusi menyampaikan meteri pada teman, jika siswa tidak punya rasa percaya diri. Pendidik harus mempu memainkan perannya mengorkestrasikan metode ini.
  3. Rekord siswa tentang nilai, kepribadian, perhatian siswa harus sudah dimiliki oleh pendidik dan ini biasanya membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengenali tipe-tipe siswa dalam kelas tersebut.
  4. Awal penggunaan metode ini biasanya sulit dikendalikan, biasanya butuh waktu yang cukup dan persiapan yang matang sebelum model pembelajaran ini bisa berjalan dengan baik.
  5. Aplikasi metode ini pada kelas yang besar (lebih dari 40 siswa) sangatlah sulit. Tapi bisa diatasi dengan model “team teaching”.


Berdasarkan uraian di atas, dapat di sederhanakan baik kelebihan maupun kelemahan dalam menerapkan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yaitu:
  1. Guru berperan sebagai pedamping, penolong, dan mengarahkan siswa dalam mem[elajari materi pada kelompok ahli yang bertugas menjelaskan materi kepada teman-temannya.
  2. Pemerataan penguasaan materi dapat dicapai dalam waktu yang lebih singkat.
  3. Metode pembelajaran ini dapat melatih siswa untuk lebih aktif dalam berbicara dan berpendapat.

Sementara dalam penerapannya sering dijumpai beberapa permasalahan atau kelemahan-kelemahan, yaitu:
  1. Pembagian kelompok yang tidak heterogen, dimungkinkan kelompok yang anggotanya lemah semua.
  2. Penugasan anggota kelompok untuk menjadi ahli sering tidak sesuai antara kemampuan dengan kompetensi yang harus dipelajari.
  3. Siswa yang aktif akan lebih mendominasi diskusi, dan cenderung mengontrol jalannya diskusi.
  4. Siswa yang memiliki kemampuan membaca dan berfikir rendah akan mengalami kesulitan untuk menjelaskan materi ketika sebagai tenaga ahli sehingga dimungkinkan terjadinya kesalahan(miskonsepsi)
Solusi MEngatasi Kelemahan Model Pembelajaran Jigsaw
Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan yang muncul dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw ini dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

  1. Pengelompokan dilakukan dengan terlebih dahulu mengurutkan kemampuan matematika siswa dalam kelas (siswa tidak perlu tahu).  Misalnya jumlah siswa dalam kelas 32 orang, kita bagi dalam bagian 25% (rangking 1-8) kelompok sangat baik, 25% (rangking 9-16) kelompok baik, 25 % selanjutnya (rangking 17-24) kelompok sedang. 25% (rangking 25-32) rendah. Selanjutnya kita akan membaginya menjadi 8 grup (A-H) yang isi tiap-tiap grupnya heterogen dalam kemampuan matematika, berilah indeks 1 untuk siswa dalam kelompok sangat baik, indek 2 untuk kelompok baik, indek 3 untuk kelompok sedang dan indek 4 untuk kelompok rendah.
  2. Sebelum tim ahli kembali ke kelompok asal yang akan bertugas sebagai tutor sebaya, perlu dilakukan tes penguasaan materi yang menjadi tugas mereka. Bila ditemukan ada anggota ahli yang belum tuntas, maka dilakukan remedial yang dilakukan oleh teman satu tim.

BAB III. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, maka dapat disimpulkan beberapa hal yaitu:

  1. Penerapan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat mendorong siswa untuk menjadi siswa yang mandiri dan otonom.
  2. Pergeseran peran guru selama pembelajaran sehingga mendorong adanya pembelajaran yang berpusat pada siswa. 
B. Saran
  1. Dalam menerapkan pembelajarn kooperatif tipe jigsaw harus memperhatikan tingkat heterogenitas masing-masing kelompok asal danb pemberian tugas yang akan menjadi tim ahli sesuai dengan kemampuan siswa.
  2. Guru harus selalu memupuk tanggung jawab individu maupun kelompok dalam pembelajaran.

0 Response to "Makalah Model Pembelajaran Jigsaw"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

IKLAN 2

Iklan Tengah Artikel 2

IKLAN 3

Iklan Bawah Artikel

IKLAN 4