-->

Contoh Penelitian TIndakan Kelas PAUD : Peningkatan Keterampilan Bicara Anak Usia 3-4 Tahun

Karyatulisku.com -Banyak dari pembaca menanyakan contoh Penelitian TIndakan Kelas untuk sekolah PAUD atau Pendidikan Anak Usia DIni. 


Tidak banyak contoh Penelitian TIndakan Kelas yang dapat saya peroleh awalnya di google pencarian.
Kemudian saya masuk ke salah satu situ perpustakaan online dan menemukan beberapa contoh penelitian tindakan kelas yang kami cari.

Berikut ini adalah contoh PTK PAUD yang dapat pembaca jadikan referensi dalam menyusun skripsi PTK atau PTK di sekolah anda.

Judul : PENINGKATAN KETERAMPILAN BICARA ANAK USIA 3-4 TAHUN MELALUI METODE BERCERITA (WAYANG BEBER TEMATIK) DI KELOMPOK BERMAIN AL-JAUHARIYYAH MUSLIMAT NU KAJEN MARGOYOSO PATI
Penulis             : FATIMATUS SYA’DIYAH
Asal                 : UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
Tahun              : 2015

Abstrak
Keterampilan bicara adalah kecakapan atau kemampuan seseorang dalam menyampaikan ide, gagasan, pikiran dan perasaaan kepada orang lain menggunakan bahasa lisan dengan jelas, benar dan dapat difahami orang lain. Keterampilan bicara dapat diasah melalui berbagai metode, diantaranya adalah metode bercerita. Bercerita adalah salah satu keterampilan yang sangat imajinatif dan komunikatif. Oleh sebab itu, bercerita sangat penting digunakan dalam mengasah keterampilan bicara.

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan, keterampilan bicara anak B1 KB Al Jauhariyyah Muslimat NU Kajen rendah. Hal ini disebabkan pengembangan kegiatan yang menggali keterampilan bicara sering ditinggalkan, kurangnya kesempatan untuk mengekspresikan dan mengungkapkan gagasan yang dimiliki oleh anak. Dan guru juga kurang melakukan inovasi dengan metode dan media yang lebih menarik. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini, yaitu bagaimana peningkatan keterampilan bicara anak melalui bercerita wayang beber tematik di KB Al-Jauhariyyah Muslimat NU Kajen Margoyoso Pati? Berkaitan dengan masalah tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui langkah-langkah implementasi peningkatan keterampilan bicara anak melalui bercerita wayang beber tematik di KB Al-Jauhariyyah Muslimat NU Kajen Margoyoso Pati.

Metode penelitian ini menggunakan jenis penelitian tindakan kelas. Peneitian ini termasuk penelitian kualitatif dan kuantitatif. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu siklus I dan siklus II. Subjek penelitian ini adalah siswa B1 usia 3-4 tahun KB Al Jauhariyyah Muslimat NU Kajen Margoyoso Pati sebanyak 14 siswa. Hasil analisis data terjadi peningkatan ketuntasan belajar sebesar 62% pada siklus I dan 85% pada siklus II. Ini berarti metode bercerita wayang beber tematik dapat diterapkan untuk meningkatkan keterampilan bicara anak di KB Al Jauhariyyah Muslimat NU Kajen Margoyoso Pati.Dengan adanya peningkatan tersebut, menunjukkan bahwa metode bercerita wayang beber tematik dapat berhasil dengan baik atau memenuhi batas ketuntasan yang ditentukan yaitu sebesar 80%.


BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Anak adalah sebuah anugerah yang diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Mereka memberikan warna dalam kehidupan, pelita di kegelapan, guru dan simfoni keindahan penyejuk qalbu. Mereka adalah tunas bangsa yang akan menentukan maju mundurnya sebuah negara. Sebagai generasi penerus/tunas bangsa, anak merupakan harta paling berharga yang harus dijaga, disayangi, dan diberi perhatian khusus, agar tercipta seorang generasi yang beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Anak merupakan harta sekaligus cobaan bagi orangtuanya. Allah berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al Anfal ayat 28 (2005: 180) Dan ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya disisi Allah ada pahala yang besar”.Berkaitan dengan ayat tersebut anak menjadi tempat untuk belajar melatih kesabaran, pengetahuan, sekaligus iman seseorang. Anak yang dibesarkan dengan kasih sayang, perhatian, dan kebaikan akan tumbuh menjadi pribadi yang matang, baik, cakap, dan mandiri. Orangtua sangat bertanggungjawab atas kesuksesan belajar anak, potensi yang dimiliki anak akan berkembang dengan baik dan bermanfaat bagi lingkungannya ketika orangtua dan lingkungannya memberikan stimulus yang baik. Stimulus yang didapat anak sangat berpengaruh besar pada kehidupannya. Karena Perkembangan yang dialami anak pada usia dini merupakan proses perubahan individu dari belum matang menjadi matang, dari sederhana menjadi komplek, serta suatu proses evolusi manusia dari ketergantungan menjadi manusia makhluk dewasa mandiri, dan anak akan tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang baik dan bahagia.

Anak usia dini berada pada rentang usia antara 0-6 tahun sedang mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan sangat pesat dan fundamental bagi kehidupan selanjutnya. Pada tahun-tahun ini anak memiliki apa yang disebut sebagai periode-periode sensitif (sensitive periode), selama masa ini anak secara khusus mudah menerima stimulasi. Perkembangan utama yang terjadi pada masa ini berkisar pada penguasaan dan pengendalian lingkungan atau biasa disebut sebagai masa penjelajahan. Anak ingin mengetahui keadaan lingkungannya, bagaimana mekanismenya, bagaimana perasaannya, dan bagaimana ia dapat menjadi bagian dari lingkungan. Usia dini juga merupakan masa anak menjadi sangat peka dan menjadi peniru ulung (imitator) dalam lingkungannya. Proses peniruan atau imitasi yang didapatkan di masa kanak-kanak, akan menentukan derajat kualitas pribadi, kesehatan, intelgensi, kematangan sosial, bahasa dan produktivitas anak pada tahap berikutnya. Proses ini tidak hanya dilakukan anak terhadap perilaku saja tetapi juga pada bagaimana orang-orang di sekitarnya melakukan interaksi sosial dan komunikasi. Interaksi dan komunikasi yang baik dibutuhkan anak agar dapat menjadi bagian dari lingkungan dan kelompok sosial.

Pada rentang usia 2-6 tahun ada beberapa aspek perkembangan yang harus dicapai oleh anak, yaitu aspek perkembangan nilai-nilai agama dan moral, motorik, kognitif, bahasa dan sosial emosional. Menurut Agnia (2012: 35) dalam penelitiannya menyatakan bahwa anak usia 3-5 tahun memiliki karakteristik antara lain: berkaitan dengan perkembangan fisik, anak sangat aktif melakukan kegiatan, perkembangan bahasa juga semakin baik, anak sudah mampu memahami pembicaraan orang lain dan mampu mengungkapkan pikirannya, perkembangan kognitif ditunjukkan anak dengan rasa ingin tahu terhadap lingkungan disekitarnya, sedangkan dalam perkembangan sosial emosional anak masih bermain individu, walaupun berdampingan. Program pendidikan untuk anak usia 3-4 tahun seharusnya disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan anak, baik secara fisik, kognitif, bahasa, maupun perkembangan lainnya.

Perkembangan bahasa sebagai salah satu aspek perkembangan yang dikembangkan dalam pendidikan anak usia dini sangat penting dan harus diperhatikan sejak dini. Karena bahasa seseorang mencerminkan pikirannya, semakin terampil seseorang berbahasa, semakin cerah dan jelas pula jalan pikirannya. Wijayanti (2010: 27) dalam penelitiannya mengatakan bahwa bahasa merupakan alat penting bagi setiap manusia, melalui bahasa seseorang atau anak akan dapat mengembangkan kemampuan bergaul dengan orang lain. Keterampilan seseorang dalam berbahasa yang efektif dan baik mencakup empat segi yaitu keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan membaca dan menulis. Setiap keterampilan tersebut erat sekali hubungannya dengan tiga keterampilan lain dengan cara yang berbeda. Keempat keterampilan tersebut pada dasarnya merupakan satu kesatuan. Bicara sebagai salah satu keterampilan dalam bahasa perlu diperkenalkan dan dilatih kepada anak setiap hari dalam pergaulannya dengan baik dan maksimal, karena anak usia 3-4 tahun melakukan aktivitas berbahasanya baru dalam tahapan menyimak/mendengar dan berbicara. Pada saat berbicara anak akan belajar mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata, ekspresi, dan ritme, untuk menyatakan dan menyampaikan pikiran, gagasan serta perasaannya. Anak juga akan mendapatkan banyak perbendaharaan kosa kata.

Pemberian stimulasi melalui metode dan media yang menarik, tepat dan inovatif sangat penting diberikan dalam kegiatan bermain yang bermakna, khususnya untuk mengembangkan keterampilan bicara anak. Diperlukan sebuah metode dan media yang bisa melatih keterampilan bicara anak, dengan cara mengucapkan kata-kata dan memahami kata yang sudah diucapkan, mengungkapkan gagasan dan pengalaman yang diperoleh dengan kalimat sederhana. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengembangkan keterampilan berbicara anak adalah metode bercerita. Ulfa (2013: 3) menyatakan pembelajaran bercerita bukanlah sesuatu yang menakutkan. Siswa hendaknya sering dilatih bercerita, agar dapat terampil berbicara dengan baik tanpa merasa takut, malu, dan grogi. Bercerita merupakan satu metode yang bertujuan agar anak didik mampu mengemukakan gagasan secara lisan dengan jelas, urut, dan lengkap sesuai dengan isi yang dikemukakan.

Hal tersebut di dukung oleh penelitian Belet (2010) dengan judul “TheUse of Storytelling to Develop The Primary School Students Critical Reading Skill: The Primary Education pre-Service Teachers Opinions”. Bellet menerapkan konsep bercerita sebelum pelaksanaan pembelajaran oleh guru di sekolah dasar Turki untuk meningkatkan keterampilan membaca kritis. Berdasarkan analisis data hasil penelitian, sebagian besar guru menyatakan bahwa bercerita akan mengembangkan keterampilan siswa untuk berpikir kritis, meningkatkan kemampuan menganalisis dan menghubungkan suatu peristiwa dalam bercerita dengan kehidupan nyata.

Metode-metode pembelajaran yang sesuai untuk diberikan kepada anak usia dini, akan menentukan kepribadian anak setelah dewasa. Artinya, bila rangsangan keterampilan bicara diberikan dengan tepat di usia dini, kita bisa berharap bahwa kelak akan terbentuk manusia dewasa yang juga kreatif. Selain metode juga diperlukan sebuah media yang menarik untuk mengembangkan keterampilan bicara anak. Media tersebut bisa berupa buku, boneka, CD, kaset, OHP, LCD dan wayang. Wayang sebagai media bercerita bukan lagi hal yang asing bagi keseharian anak. Wayang merupakan warisan budaya yang harus dilestarikan karena saat ini sudah jarang sekali muncul, sehingga banyak anak yang tidak mengetahui tentang warisan budayanya. Hal ini sejalan dengan ungkapan Banung (2014: 40) dalam jurnalnya “Identification of The Character Figures Visual Style in Wayang Beber of Pacitan Painting” menyatakan bahwa keberadaan wayang di Indonesia sudah mulai berkurang, padahal gaya visual artistik wayang beber adalah salah satu dari puncak artisik tradisional jawa yang mempunyai pengaruh kuat terhadap kehidupan masyarakat jawa, wayang beber bagian dari pengetahuan artistik tradisional yang harus dipelihara dan dikembangkan.

Dessea (2011) dalam penelitiannya “Storytelling Upgrades Using Media Images in Children Group B IN TK PKK Pendulum Malang menyatakan bahwa menggunakan media gambar sebagai alat dalam pembelajaran akan menjadikan siswa antusias untuk bercerita dan dapat melatih siswa berbicara dengan lancar dan benar. Begitu pula dengan wayang. Aktivitas memainkan wayang, mendorong anak untuk mengungkapkan imajinasi, gagasan dan bahasanya yang dituangkan dalam bentuk bahasa lisan, sehingga akan sangat efektif untuk menggugah kemampuan bicara anak. Aktivitas bercerita dengan wayang beber, pada dasarnya mengintegrasikan aktivitas yang sebelumnya secara terpisah merupakan aktivitas yang akrab dengan keseharian anak, seperti mendengarkan, berbicara, menggambar, bercerita, dan bermain peran.

Hal ini didukung oleh Agnia (2012: 3) dalam penelitiannya mengatakan bahwa metode bercerita dengan menggunakan alat peraga berpengaruh terhadap perkembangan berbicara anak. Hal ini dinyatakan setelah mendapatkan hasil analisis observasi dalam jurnal penelitiannya. Observasi awal (pretest )menunjukkan bahwa kemampuan berbicara secara keseluruhan di TK Tulus Sejati masih terlihat sangat kurang. Berbeda dengan analisis setelah pemberian treatment dengan menggunakan alat peraga wayang karton yang menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan. Penelitian Agnia menunjukkan bahwa metode bercerita dengan menggunakan alat peraga wayang berpengaruh terhadap perkembangan bahasa anak.

Pada masa sekarang ini, kemampuan berbicara menjadi makin krusial. Pengembangannya harus menjadi pilihan utama bila tak ingin tertinggal di tengah persaingan global yang sangat ketat. Kenyataan yang terjadi pengembangan kegiatan yang menggali kemampuan berbicara sering ditinggalkan. Kebanyakan pendidik dan orangtua hanya fokus pada keterampilan membaca dan menulis. Padahal sebelum keterampilan membaca dan menulis bisa dilakukan anak, setidaknya anak sudah mampu berfikir dari hal yang abstrak menuju yang konkrit. Anak sudah mengenal simbol dan bentuk dengan baik dengan cara mendengar, melihat dan merasakan kemudian mengkomunikasikan apa yang diperolehnya dengan tepat, baru anak dapat mengikuti keterampilan menulis dan membaca.

Berdasarkan dari observasi di lapangan, khususnya di KB Al-Jauhariyyah Muslimat NU Pati menunjukkan bahwa rangsangan bagi perkembangan keterampilan bicara anak kurang memadai dan kurang mempertajam dalam menggali potensi bicara anak. Kegiatan belajar mengajar yang ada belum secara maksimal mampu mengembangkan keterampilan bicara, dan perbendaharaan kosakata anak. Menurut catatan perkembangan anak di kelas B1 yang berjumlah 14 siswa (6 laki-laki dan 8 perempuan) ini 70% sebanyak 9 anak belum mampu berbicara dengan jelas dan runtut, dan 30% dengan jumlah 5 anak mampu berbicara dengan jelas dan runtut. Anak-anak belum menemukan cara yang tepat untuk mengeluarkan bunyi suara danrangkaian kata menjadi kalimat sebagai sarana untuk menyatakan ide, fikiran, dan kebutuhannya, ada yang ragu, malu untuk mengungkapkan diri baik lewat lisan maupun tulisan/gambar, masih suka meniru atau mengikuti apa yang dilakukan oleh guru, masih kesulitan bahkan sekedar mengikuti apa yang dicontohkan oleh guru.

Permasalahan lebih spesifik lagi yang terdapat dalam perkembangan bicara anak KB Al Jauhariyyah adalah pengucapan. 21% sebanyak 3 anak masih sering menghilangkan satu suku kata seperti kata “makan” untuk kata “makanan”, dan 28% yaitu 4 anak masih sering mengganti huruf dalam kata seperti kata “atu” untuk kata “aku”, kata “aya” untuk kata “saya”, dan kata “tutup” untuk kata “cukup”. Hal ini dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan keluarga, orangtua dari anak-anak tersebut masih menggunakan kosakata yang sama seperti yang diucapkan anak atau menirukan kembali tanpa membenarkan. Seperti ketika anak mengucapkan kata “atan” untuk kata “makan” dan “inum” untuk kata “minum” orangtua malah mengucapkan kembali kata tersebut dengan bunyi yang sama. Bagi mereka (orangtua) hal ini “manis” dan “lucu”, padahal seharusnya harus ada pembetulan secara terus menerus agar anak menemukan model yang baik untuk dicontoh sehingga anak dapat melafalkan kata dengan tepat untuk dapat dikombinasikan dengan kata lain menjadi kalimat dan dapat difahami oleh orang lain.

BACA JUGA


Permasalahan selanjutnya terdapat pada pemberian stimulasi kosakata dan kalimat. Dalam perencanaan pembelajaran yang dibuat oleh guru sudah tertulis waktu untuk menyampaikan dan mengulas kosakata baru pada saat kegiatan pijakan sebelum main, tetapi pada kenyataannya hal ini tidak dilaksanakan. Kesempatann anak untuk mendapatkan informasi kosakata baru menjadi kurang, dan anak tidak dapat menjelajahi daya pikir dan imajinasinya, hal ini akan berpengaruh besar pada keterampilan bicara anak. Selain itu dukungan untuk memperoleh kosakata dari pihak keluarga juga masih kurang. Hal ini dilatar belakangi oleh faktor ekonomi orangtua, anak-anak yang berasal dari ekonomi menengah ke atas kosakatanya lebih luas dan bervariasi, orangtua lebih aktif dengan sering mengajak berbicara dan menyediakan referensi yang bisa dipakai anak seperti buku, kamus, dan kartu kata agar anaknya lebih awal berbicara dan lebh baik. Sedangkan orangtua dari kelas ekonomi menengah ke bawah jarang memperhatikan perkembangan bicara anak. bagi mereka selama tidak ada “kecacatan khusus” maka itu tidak berpengaruh besarterhadap kehidupan anaknya, orangtua kurang menyadari pentingnya pemberian stimulasi dan pengawalan pada perkembangan bicara anak usia 3-4 tahun. Effendi (1993: 38) mengutip pendapat Smit (1975) mengatakan bahwa pemerolehan kosakata anak ketika menginjak usia 3 tahun diperkirakan antara 800-900 kata, ketika usia 4 tahun perbendaharaan kosakatanya sekitar 1000 kata, memasuki 5 tahun susunan kalimat yang diucapkan anak mulai bervariasi, kata yang diucapkan dalam bentuk panjang yang rata-rata terdiri dari 4-6 kata. Semakin banyak kosakata yang dimiliki anak, semakin mudah anak untuk menjelaskan kebutuhan, keinginan, menyampaikan gagasan, tujuan dan imajiinasinya

Selanjutnya dalam aktivitas pembelajaran kesempatan yang diperoleh anak untuk mengekspresikan diri dan menyampaikan gagasan masih kurang. Guru lebih sering terpancing untuk menempatkan diri sebagai subyek. Padahal seharusnya guru harus menempatkan diri sebagai fasilitator dan motivator untuk anak didik dalam mengembangkan kemampuan yang dimiliki oleh anak. Gejala paling menonjol lagi adalah anak kesulitan untuk secara runtut mengekspresikan perasaan dan persepsinya dalam bahasa lisan yang khas mereka sendiri. Selama ini alat permainan edukatif atau alat peraga pembelajaran dibuat oleh guru, anak didik diposisikan sebagai konsumen, yang secara pasif tinggal menerima segala sesuatu dalam bentuk “jadi” atau “hampir jadi”. Anak terbiasa menjadi penerima.

Guru masih beranggapan bahwa hasil lebih utama dari pada proses. Padahal dalam proses anak akan berpetualang dan berimajinasi dengan apa yang dilihat, didengar dan dirasakan, sehingga dapat memberi informasi terbaru pada otaknya. Penyerapan informasi pada masa usia dini sangat tinggi. Seperti yang di ungkapkan oleh Dryden dan Vospaara dalam penelitiannya bahwa 50% kemampuan belajar anak ditentukan dalam tahun pertama, dan 30%nya sebelum usia mencapai 8 tahun. Pada masa 4 tahun pertama anak membentuk jalur-jalur belajar utama di otaknya. Materi apapun yang anak pelajari nanti akan meresap di jalur-jalurnya.

Jika hal seperti ini masih kita biarkan saja, dapat kita bayangkan proyeksi kedepan, anak lebih suka meniru atau mengulang apa yang sudah disampaikan pendidik, tanpa keberanian untuk berbicara mengungkapkan pendapatnya. Padahal kemampuan anak untuk mengkomunikasikan perasaan dan pikirannya dalam bahasa akan sangat membantu proses sosialisasi dengan teman sebayanya. Disamping itu, kemampuan berbicara juga merupakan sarana untuk memperoleh kemandirian.

Selanjutnya secara sosiologis desa Kajen sebagai lokasi KB Al Jauhariyyah merupakan sebuah wilayah yang dihuni oleh penduduk yang bercorak homogen, sebagian besar masyarakatnya memeluk dan meyakini ajaran Islam. Kehidupan di desa ini bisa dikatakan maju dari segi pendidikan karena memang Kajen terkenal dengan sebutan “Kampung Santri dan Pelajar” yang memiliki 23 pesantren dan lebih dari 8 sekolah formal dan non formal. Mulai tahun 2012 kesadaran masyarakat terhadap pelestarian lingkungan yang islami dan tradisional mulai muncul. Lembaga pendidikan formal MI/SD- MA/SMA mulai mengemas pengenalan tradisi dan agama islam dengan kegiatan pementasan wayang. Berdasarkan laporan program kerja 5 lembaga formal dan 6 lembaga pesantren yang telah mengadakan pementasan wayang (wayang suket, wayang orang, dan wayang purwa) di desa Kajen menyatakan siswa lebih mudah menyerap cerita sejarah dan materi keagamaan melalui pentas wayang tersebut.

Kesadaran semacam inilah, yang mendorong penulis untuk mencari metode dan media yang tepat, agar dapat digunakan secara maksimal sebagai media untuk mengembangkan keterampilan bicara anak didik usia 3-4 tahun di KB Al Jauhariyyah. Penulis menggunakan metode bercerita dan media wayang beber untuk memfasilitasi pemberian stimulasi keterampilan bicara anak di KB Al Jauhariyyah. Wayang beber tematik merupakan wayang yang akan digunakan anak dengan cara menggambar latar/ settingtempat wayang tematik dan menuangkan gagasan kemudian menceritakanya berdasarkan tema pembelajaran yang sedang berlangsung.

Berdasarkan uraian di atas penulis merasa tertarik untuk meneliti tentang kegiatan bercerita menggunakan wayang beber tematik sebagai media pembelajaran untuk mempermudah anak dalam meningkatkan keterampilan bicara. Penulis mencoba mengadakan penelitian tindakan kelas dengan judul “Peningkatan Keterampilan Bicara Anak Usia 3-4 tahun melalui Metode Bercerita (Wayang Beber Tematik) di KB Al-Jauhariyyah Muslimat NU Kajen Margoyoso Pati’.

B.  Identifikasi Masalah
Adapun identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

  1. Kurangnya keterampilan bicara anak KB Al-Jauhariyyah Muslimat NU Kajen Margoyoso Pati.
  2. Sebagian besar peserta didik belum mampu mengembangkan keterampilan bicara dalam dirinya.
  3. Tenaga pendidik kurang mampu mengembangkan kegiatan bercerita yang lebih menarik anak dan memberikan kegiatan yang mampu meningkatkan perkembangan bicara anak.

C. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah dalam penelitian ini dilakukan agar pembahasan tidak terlalu luas. Penelitian ini dibatasi pada permasalahan meningkatkan keterampilan bicara anak melalui bercerita (wayang beber tematik) di KB Al-Jauhariyyah Muslimat NU Kajen Margoyoso Pati melalui penelitian tindakan kelas.

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah tersebut di atas dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: bagaimana peningkatan keterampilan bicara anak melalui metode bercerita wayang beber tematik di KB Al-Jauhariyyah Muslimat NU Kajen Margoyoso Pati?

E.  Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan keterampilan bicara anak melalui metode bercerita menggunakan wayang beber tematik di KB Al-Jauhariyyah Muslimat NU Kajen Margoyoso Pati.

F. Manfaat Penelitian
Sesuai dengan tujuan penulisan maka manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah:
1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada lembaga-lembaga yang menangani pendidikan anak usia dini ataupun masyarakat umum yang membutuhkan informasi tentang perkembangan bicara anak, metode dan media yang tepat untuk meningkatkan keterampilan bicara anak usia 3-4 tahun .
2. Manfaat praktis
Penelitian diharapkan dapat memberi manfaat bagi semua pihak baik guru, anak/siswa maupun lembaga PAUD, untuk lebih spesifik penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat :
a. Bagi Guru PAUD
  • Dapat dijadikan bahan masukan dalam menerapkan kegiatan untuk meningkatkan keterampilan bicara pada anak.
  • Meningkatkan kompetensi guru sehingga pembelajaran lebih berkualitas.
  • Memotivasi guru dalam meningkatkan keterampilan bicara untuk menciptakan pembelajaran menarik, menyenangkan dan bermakna bagi anak
b. Bagi Anak /Siswa
  • Menciptakan suasana yang menyenangkan dalam kegiatan berbahasa, berkomunikasi.
  • Meningkatkan keterampilan bicara pada anak melalui kegiatan yang menyenangkan.
c. Bagi Lembaga PAUD
Hasil penelitian diharapkan menjadi sumbangan yang positif bagi seluruh lembaga PAUD pada umumnya dan bagi KB Al-Jauhariyyah Muslimat NU Kajen Margoyoso Pati khususnya dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran terutama meningkatkan keterampilan bicara anak.

File Lebih Lengkap Lihat
Download File Skripsi PTK PAUD KLIK Download

0 Response to "Contoh Penelitian TIndakan Kelas PAUD : Peningkatan Keterampilan Bicara Anak Usia 3-4 Tahun"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

IKLAN 2

Iklan Tengah Artikel 2

IKLAN 3

Iklan Bawah Artikel

IKLAN 4